Wednesday, March 9, 2022

AHOK

PLUS :  AHOK

Pro Bang Ahok:
Maafkan karena saya sebagaimana lainnya seakan membisu selama ini. Faktisitas keberadaan eksistensial (sebagai muslim?) dan kompleksitas dilemma permasalahan (menista agama?) menyebabkan saya tidak tahu harus berkata apa hingga saat ini.
Saya tidak akan menyalahi kebenaran sejati namun sekaligus tidak juga mengkhianati keberadaan diri. Bicara memang harus benar tetapi tidak semua yang benar harus dibicarakan. Kejujuran perlu kearifan bukan kenaifan sehingga dampak kebaikan bukan keliaran yang terjadi, So, tampaknya kebenaran tidak selalu harus tersingkap di kedalaman dan terungkapkan ke permukaan demi kebijakan yang lebih tinggi, kebajikan yang lebih luhur dan keberimbangan yang lebih mantap.
Singkat saja tampaknya anda tidak bersalah pada saat lampau (‘menistakan’ Agama Islam?) sehingga anda sebaiknya juga tidak bersalah pada saat ini (menistakan Agama Kristen !) dan tidak perlu bersalah pada saat nanti (menistakan Dharma Sejati ?!).
1.      Anda tidak bersalah pada saat lampau
saya tidak memandang sama sekali adanya kesalahan pernyataan ayat tersebut sebagai penistaan apalagi sebagai kenistaan agama. Sehingga walaupun hal tersebut memang tidak sepenuhnya bisa dibenarkan namun tidak juga bisa disalahkan adanya. Anda tidak bersalah karena ……..       
-     Senantiasa berusaha benar dalam kata dan perbuatan (autentik < holistik?) dalam menjaga amanah jabatan duniawi dan peranan insani selama ini. 
-     Sudah meminta maaf karena tindakan kurang ethis (agama adalah “wilayah” yang sangat sensitif untuk tereksploitasikan ? )
-     Rela menanggung dilema kebersamaan akan kekesalan/ (kepentingan?) sebagian (besar?) umat Islam untuk dipenjarakan dengan tanpa keinginan “pengampunan” untuk peringanan /pembebasan hukuman.
Walau sebagai aktualiser sejati anda pastinya tidak memerlukan empati pengakuan ataupun simpati penguatan namun biarkan saya tetap mengapresiasi kesadaran, ketabahan dan ketulusan anda dengan menjaga diri demi ketentraman bersama walau saya yakin anda bisa berbuat sebaliknya karena anda pastilah bukannya tidak faham risalah (agama Islam dari keluarga angkat ?) apalagi tiada hidayah (kerendahan hati Kasih Kristiani ?). 
2.      Anda jangan bersalah pada saat ini
Saatnya akan datang dan sudah tiba sekarang, bahwa penyembah-penyembah benar akan menyembah Bapa dalam roh dan kebenaran; sebab Bapa menghendaki penyembah-penyembah demikian. Allah itu Roh dan barangsiapa menyembah Dia, harus menyembah-Nya dalam roh dan kebenaran.’(Yoh 4 : 23 – 24).
Dimensi kesadaran Kabbala : nefesh nafs primordial – ruach roh universal – neshama etc?
Pada hakekatnya kita sesungguhnya bukanlah sekedar figur manusia yang menjalani spiritualitas tetapi sesungguhnya kita adalah makhluk spiritual yang menjalani tugas sebagai manusia. Kerinduan akan kebenaran adalah daya sentripetal bagi roh individual untuk sadar kembali akan esensi sejatinya agar senantiasa mengarah dan menuju pada Sumber Segalanya yang Universal dan sekaligus menjadikannya sebagai daya sentrifugal bagi media keberkahan bagi sekitarnya.
Saya bukan seorang Kristiani jadi sesungguhnya tidak layak bagi saya memasuki area wilayah ini. Namun sebagai sesama manusia semoga saya tidak terlalu salah jika saya menyarankan anda untuk membaca Alkitab dan mengambil pelajaran darinya.      
-   Kisah keteladanan Yusuf yang demi Kasih Ilahinya secara perwira menjalani keutamaan dengan merelakan diri dipenjara di Mesir demi kehormatan ibu angkatnya (agape > filia > eros = metta > sneha > kama). Di dunia ini anda mungkin memang tampak di penjara tetapi lihatlah setiap dari kita sesungguhnya juga masih terpenjara dalam keterpedayaan dan ketidak berdayaan dengan segala keterbatasan dan pembatasan yang tidak selalu lebih mulia (bahkan mungkin saja justru lebih hina) daripada anda dalam kesejatiannya.
-   Kisah keteladanan Ayub yang tetap tabah bertahan dalam kebenaran berpandangan, berprilaku dan berpribadi secara Robbani dalam mengalami dan mengatasi lokadhamma kehidupan (kemalangan duniawi atas penyakit, kemiskinan dan penghinaan). Nilai diri seorang Bhakta (Penyembah benar keIlahian) tidaklah ditentukan dari cara dunia memperlakukannya namun dari cara dia memperlakukan dunia.. Kesadaran transrasional ini perlu baginya agar tak terkelabui kelaziman irasionalisasi kebodohan/pembodohan “jika sesorang diperlakukan buruk maka orang tersebut pasti orang buruk” sehingga mencemaskannya dan “jika sesorang diperlakukan baik maka orang tersebut pasti orang baik” sehingga terlalu mendambakannya. Kemalangan perlakuan buruk sebagaimana keberuntungan perlakuan baik bisa terjadi (secara kosmik – kammasakka, Ilahiah – Garis Ilahi, insaniah - rekayasa manusia, kebetulan saja ?) pada siapa saja, dimana saja dan kapan saja. Kemalangan mungkin tidak bisa dihindari dan dan keberuntungan tidak selalu bisa terjadi … Cara kita mensikapilah yang paling utama daripada apa yang kemudian kita peroleh karena tidak selalu yang baik akan (segera) dibalas dengan yang baik demikian juga sebaliknya. Hidup dalam Tuhan adalah hidup dalam berkah kebenaran yang sejati … walau cenderung mengikuti namun tidak selalu identik dengan sukses kemegahan duniawi yang bisa saja semu adanya.
-   Kisah keteladanan Yesus menghadapi dan melampaui tiga percobaan iblis dalam pencerahanNya di gurun atas desakan nafsu keinginan, fantasi ego keakuan dan ilusi kemegahan duniawi. Kita hanyalah ketiadaan murni tanpa inti yang teradakan/diadakan untuk ‘sekedar mengada’ sebagaimana harusnya (sesuai dengan kebenaran sejati untuk senantiasa kembali menghadap/menuju pada kasunyatan yang murni … lampaui ilusi samsara duniawi untuk senantiasa terjaga dan berjaga walau mungkin seisi dunia masih tertidur dan bermimpi) tanpa perlu ‘mengada-ada’ secara semu (kesombongan adalah ilusi utama yang mengakibatkan cela dunia, dosa akhirat dan noda samsara …atasi fantasi semu ego keakuan) apalagi ‘mengada-adakan’ secara liar (mengumbar nafsu keinginan dengan menghalalkan segala cara .).  
Semoga kisah Alkitab itu bisa menginspirasikan anda akan Realitas keabadian sejati tidak sekedar fenomena kehidupan yang terkadang semu adanya sebagaimana fatamorgana oase di padang pasir atau biasan ragam warna pelangi dari cahaya mentari. Untuk Khutbah di Bukit perlu difahami secara tepat karena paradoks intelektual yang jika tidak dihayati dengan kesadaran intuitif akan membuat batin malah menjadi terdistorsi … batin yang Sederhana dalam kesadaran dan ketulusan akan lebih bisa mencerna daripada akal yang hanya merasa ‘sempurna?’ (Lao Tse = jika kamu hanya pintar, kamu masih bodoh ?).
3.   Anda tidak perlu bersalah pada saat nanti
Thus, always be a True Divine Warior … Jadi, tetaplah senantiasa menjadi Ksatria Ilahiah yang sejati yang selalu melaksanakan kesadaran aktualisasi tanpa defisiensi kepamrihan akan empati pengakuan, pengharapan apresiasi dan penghindaran antipati baik eksternal maupun internal dunia ini (lokadhamma?) bukan hanya secara cakap namun juga dengan wajar maka segala kelayakan pastilah akan tergenapi walau kamasakka tidak harus instan saat ini (tetapi bisa saja nanti) dan tidak harus di sini (namun bisa saja di sana). Tampaknya ada keutamaan yang perlu ditempuh secara perwira (dengan tanpa perlu pengakuan eksternal/internal) bahkan melampaui kebenaran (garansi surgawi/ ahosi karma?) dan kenyataan (empirisme duniawi yang mungkin saja hanyalah cobaan/godaan semu adanya) dalam pertumbuhan kualitas spiritual diri selanjutnya sehingga gerbang perkembangan selanjutnya akan layak untuk dibukakan.
-   Amor Dei, Amor Fati (Jika cinta Tuhan cintailah juga GarisNya.) Dhammo have rakkhati dhammacarim (Dharma kebenaran akan melindungi para penempuhNya … walau pada saatnya akan juga menjatuhkan yang mengabaikan/menentang/menghalanginya namun demi perkembangan spiritualitas diri selanjutnya janganlah mengharapkannya). Semoga keberkahan senantiasa teraktualisasi secara murni dan by-product pencapaian kesuksesan yang sejati bisa terealisasi mengikuti. Dimanapun anda nanti berada dan dalam situasi/ kondisi apapun saat itu.
-   TETAP KASIHILAH TUHAN, KASIHI SESAMA BAHKAN KASIHI SEGALANYA. Tuhan memang tidak tidur (Gusti mboten sare?) namun tetaplah tidak pantas bagi seorang yang sudah berada di Jalan Kasih memohon/ mencobai/ memperalat Tuhan dengan bermuhabala mengharapkan makhlukNya yang lain celaka demi kepentingan egonya sendiri (kebanggaan/kepentingan). Tetaplah merendah dalam ketinggian dan tidak meninggi dalam kerendahan.(Mat: 23 – 12: Barang siapa meninggikan diri maka dia akan direndahkan, dan barang siapa merendahkan diri dia akan ditinggikan.) Semoga ini tidak hanya menguatkan namun juga mendewasakan dan menginspirasikan kecerahan selanjutnya.
-    Last but not least, Que sera sera pantha rei …. Terakhir, biarkanlah segalanya mengalir sebagaimana adanya. Senantiasa ada hikmah kebenaran yang tersirat dibalik hibrah kenyataan yang tersurat. Jadilah kupu-kupu yang karena kedewasaannya mampu secara arif menyerap kebijakan dari segala permasalahan dan menjadikan welas asih kebajikan sebagai kepantasan tindakan baginya demi keberkahanNya … tidak sekedar sebagai ulat yang karena kenaifannya memandang keakuan sebagai segalanya dan secara liar melahap segalanya sebagai kesewenangan yang pantas bagi kesuksesannya saja (OMG... saya mulai tidak adil mencela kenistaan suatu makhluk demi membela pemuliaan makhluk lainnya karena sesungguhnya ulat dan kupu-kupu adalah makhluk yang sama walau dalam level keberadaan metamorfosis yang berbeda … Tidak pantas bendera ego di hati mengibarkan kesombongan atas perbedaan keberagaman sehingga upaya mementingkan kebenaran bisa jadi akan berubah arah menjadi pembenaran kepentingan saja nantinya…. Bahkan keburukan/kebusukan ini justru akan menghalangi pertumbuhan dan perkembangan penempuhan berikutnya.  Oleh karena itu saya harus segera mengakhiri teks ini. ).
Shalom Aleichem.        

No comments:

Post a Comment